Review Film Gundik (2025): Antara Mimpi Buruk Visual dan Premis yang Terbuang Sia-Sia
Film Gundik (2025), disutradarai dan ditulis oleh Anggy Umbara, mengangkat premis unik yang memadukan elemen perampokan, mistisisme Jawa, dan horror-komedi dalam satu narasi. Ceritanya berpusat pada Otto (Agus Kuncoro), mantan tentara yang baru keluar dari penjara dan kembali terjebak dalam realita pahit: putrinya Merry (Ratu Sofya) menikah dengan Baim (Maxime Bouttier), pria yang tidak ia restui.
Dengan tekanan ekonomi dan rasa tanggung jawab terhadap keluarganya, Otto pun menerima tawaran untuk merampok sebuah rumah mewah milik seorang wanita misterius bernama Nyai (Luna Maya), seorang mantan gundik pejabat kolonial. Namun yang mereka temukan bukanlah kekayaan, melainkan kengerian dan kekuatan supranatural dari sang Nyai yang menyimpan rahasia kelam dan teror gaib di dalam rumahnya.
Visual yang Gagal Meninggalkan Kesan
Secara visual, film ini sebenarnya memiliki potensi. Beberapa adegan pembuka memperlihatkan tata set dan efek praktikal yang cukup menjanjikan. Namun sayangnya, kualitas ini tidak konsisten.
Penggunaan CGI kasar—bahkan terlihat jelas bubble wrap yang seharusnya menjadi sisik ular—dan editing ala sinetron India membuat film ini terasa murah dan tidak serius. Banyak adegan horror yang malah memancing tawa, bukan karena sukses sebagai komedi, tapi karena tidak sinkron secara tone dan gaya penyutradaraan.
Cerita dan Naskah yang Tak Tahu Arah
Film ini seolah bingung mau jadi apa. Apakah film heist? Horror mistis? Satire politik? Drama keluarga? Atau semua dicampur tanpa kendali?
Premis awal tentang perampokan memang menarik, tetapi kemudian naskah menyimpang ke arah plot mistis penuh entitas seperti Nyi Blorong, pocong, hingga entitas supernatural bergaya Jeepers Creepers dan The Shape of Water. Tambahkan lagi percikan cerita konspirasi seperti Illuminati dan Mahdi — benar-benar campur aduk tanpa arah yang jelas.
Penggunaan istilah religius dan mitologi secara acak membuat film ini terasa seperti proyek fan fiction dengan bujet tinggi.
Akting: Cahaya yang Hampir Padam
Satu-satunya elemen yang terasa cukup solid adalah performa Luna Maya sebagai Nyai. Ia tampil mistis dan anggun, meskipun tidak menakutkan. Sayangnya, naskah dan dialog yang buruk membuat karakternya kehilangan kedalaman.
Maxime Bouttier dan Ratu Sofya tampil kurang maksimal. Justru performa Arief Didu dan Agus Kuncoro lebih menonjol dalam menyampaikan elemen dramatis dan komedi, meskipun terkadang terlalu teatrikal.
Sayangnya, akting para pemeran senior pun seperti disia-siakan oleh arahan yang tidak terarah.
Dialog dan Sound Design yang Mengganggu
Dialog dalam film ini sangat tidak natural. Banyak kalimat yang terasa janggal dan tidak kontekstual, bahkan tidak masuk akal untuk situasi yang terjadi. Ini menjadi beban tambahan di tengah narasi yang sudah kacau.
Dari segi suara, film ini juga gagal menghadirkan nuansa. Sound effect dan background music kerap bertabrakan dengan dialog, menciptakan kekacauan audio yang memusingkan dan tidak enak didengar.
Komedi yang Tidak Lucu, Horor yang Tidak Seram
Mungkin Anggy Umbara ingin menciptakan gaya campy horror seperti Ready or Not atau Shaun of the Dead. Tapi eksekusinya jauh dari harapan. Elemen komedi justru terasa menyiksa karena terlalu berisik dan tidak nyambung, sementara unsur horornya hanya sebatas jumpscare murahan dan penampakan acak tanpa konteks.
Tak jarang penonton justru tertawa di adegan horor—bukan karena lucu, tapi karena tidak tahu lagi harus bereaksi apa.
Prediksi Tersedia di Platform Streaming?
Hingga Mei 2025, Gundik belum tersedia secara resmi untuk ditonton online. Namun melihat distribusi film-film Anggy Umbara sebelumnya, besar kemungkinan film ini akan segera hadir di:
-
Amazon Prime Video Indonesia
-
Netflix Indonesia, terutama jika film ini mendapat perhatian internasional sebagai cult film.
Untuk update lebih lanjut, Anda bisa memantau halaman resminya di JustWatch Gundik agar tahu platform mana yang akan menayangkannya.
Kunjungi Instagram Resmi Film Gundik
Untuk info terbaru, cuplikan, dan promosi resmi, Anda dapat mengikuti akun Instagram film ini di @filmgundik
Kesimpulan: Ketika Ekspektasi Dibunuh oleh Eksekusi
Film Gundik memiliki semua bahan dasar untuk jadi tontonan yang kuat dan beda: premis unik, aktor kawakan, dan potensi mitologi lokal yang kaya. Namun semua itu runtuh oleh naskah yang amburadul, CGI yang tidak layak tayang, dan arah cerita yang tersesat di antara ambisi dan realisasi.
Bagi Anda yang penasaran dan ingin menonton demi tahu seburuk apa film ini — silakan, tapi siapkan mental dan harapan yang sangat rendah. Namun bagi pecinta film berkualitas, Gundik adalah pengalaman sinematik yang layak dihindari.
Apakah Anda akan tetap menonton Gundik setelah membaca ulasan ini? Atau Anda punya opini sendiri? Tulis di kolom komentar dan bagikan pengalaman Anda. Jangan lupa untuk cek JustWatch untuk informasi terbaru tentang ketersediaan streaming, dan follow akun Instagram resminya untuk update lebih lanjut.