Review Film Waktu Maghrib 2 (2025): Teror Lama Kembali dalam Format Baru?
Waktu Maghrib 2 (2025) kembali menghidupkan rasa takut di kala senja. Setelah dua dekade sejak teror di Desa Jatijajar, sang jin jahat Ummu Sibyan kembali bangkit dan kini meneror Desa Giritirto. Film ini menjadi sekuel dari Waktu Maghrib (2023), sebuah film horor Indonesia yang sebelumnya cukup sukses menanamkan ketakutan melalui larangan keluar rumah saat azan Maghrib berkumandang.
Film ini disutradarai oleh Sidharta Tata, dengan naskah yang ditulis oleh Khalid Kashogi, Bayu Kurnia Prasetya, dan Tata sendiri. Berbekal formula serupa dengan film pertamanya, apakah film ini mampu memberikan sesuatu yang baru atau justru terjebak dalam repetisi kisah lama?
Sinopsis Singkat Waktu Maghrib 2
Cerita dimulai dua puluh tahun setelah kejadian mengerikan di Jatijajar. Sekelompok anak-anak di Desa Giritirto, setelah adu mulut usai pertandingan sepak bola, secara tidak sengaja membangkitkan kembali kutukan kuno dengan sumpah ceroboh saat waktu maghrib. Jin Ummu Sibyan kembali, kali ini membawa teror yang jauh lebih brutal dan meluas, hingga memicu kesurupan massal, pembunuhan misterius, bahkan elemen yang menyerempet pada genre zombie.
Review Mendalam: Kelebihan dan Kekurangan
Penyutradaraan dan Gaya Visual
Sidharta Tata menunjukkan peningkatan dari segi teknis penyutradaraan. Beberapa adegan kejar-kejaran dan sekuens gore cukup memukau, bahkan memberikan sensasi tegang ala film thriller zombie. Tidak seperti film horor lokal lainnya yang terlalu bergantung pada atmosfer horor artifisial, Tata berhasil membangun ketegangan lewat sinematografi yang terukur, terutama pada adegan-adegan POV dan sudut pengambilan gambar desa yang terasa hidup dan nyata.
Namun, kelemahan utama justru terletak pada pacing cerita dan keterputusan fokus karakter. Paruh pertama film dibangun dengan cukup baik, namun semakin ke tengah hingga akhir cerita, arah alur menjadi kabur. Teror demi teror hadir silih berganti tanpa pengaruh signifikan terhadap perkembangan karakter.
Akting dan Karakterisasi
Penampilan Anantya Kirana sebagai Wulan patut diacungi jempol. Ia tampil sangat kuat, ekspresif, dan menyampaikan ketakutan melalui wajah tanpa make-up yang berhasil mendeliver aura mistis tanpa berlebihan. Sayangnya, karakter kunci seperti Adi (yang kembali dari film pertama) justru gagal dikembangkan secara maksimal. Sebagai penghubung dua film, peran Adi terasa datar dan kehilangan potensi emosional.
Beberapa aktor lainnya tampil biasa saja, dengan Omar Daniel sebagai salah satu sorotan yang justru kurang menonjol dibandingkan peran anak-anak lainnya.
Arah Cerita: Dari Horor ke Zombie?
Perubahan nuansa dari horor mistis ke semacam “zombie flick” menjadi keputusan berani sekaligus berisiko. Teror yang seharusnya berakar dari unsur spiritual lokal terasa melebar dan kadang kehilangan arah. Adegan-adegan brutal seperti pembacokan menggunakan parang oleh anak-anak yang kerasukan lebih mirip film zombie dibandingkan kisah jin lokal penuh aura mistik.
Beberapa penonton menyebut bahwa film ini mengingatkan mereka pada Smile, The Omen, hingga IT Chapter Two, karena kehilangan akar lokal yang kuat sebagaimana di film pertamanya.
Kekurangan yang Tak Bisa Diabaikan
-
CGI di awal film terasa kasar dan kurang mendalam
-
Jumpscare repetitif dan mudah ditebak
-
Sound design terlalu keras dan mengganggu
-
Color grading tidak konsisten, kadang pucat
-
Dialog dalam bahasa Jawa kurang menyatu secara organik
-
Plot hole besar: seperti karakter yang hilang tiba-tiba, konflik yang tidak tuntas, hingga akhir cerita yang terkesan dipaksakan
Ending film ini pun tidak memuaskan. Konflik diselesaikan terlalu cepat, tidak memberi ruang dramatis yang cukup, dan terasa sangat “mengada-ada” tanpa pengembangan karakter yang mendukung.
Pesan Moral & Relevansi Lokal
Satu nilai plus dari film ini adalah usaha menyampaikan pesan moral seputar pentingnya waktu Maghrib, yang dalam tradisi masyarakat Indonesia dikenal sebagai waktu rawan. Sayangnya, mitologi tentang Ummu Sibyan yang bisa digali lebih dalam justru tidak dijelaskan lebih jauh. Ini membuat film terasa “dangkal” dari sisi konten spiritual dan budaya.
Prediksi Streaming: Kapan Tersedia Online?
Catatan: Saat artikel ini ditulis (Mei 2025), Waktu Maghrib 2 belum tersedia untuk ditonton secara streaming resmi.
Namun, jika melihat tren distribusi film horor Indonesia sebelumnya, kemungkinan besar film ini akan tayang di salah satu dari layanan berikut dalam beberapa bulan ke depan:
-
Netflix Indonesia – tempat rilis Waktu Maghrib pertama kali
-
Disney+ Hotstar – populer untuk film Indonesia dengan genre serupa
-
Amazon Prime Video – mulai agresif mengakuisisi film lokal
-
KlikFilm / Vidio – pemain lokal yang sering merilis film Indonesia eksklusif
Pantau terus ketersediaannya melalui JustWatch di tautan berikut:
👉 https://www.justwatch.com/id/movie/waktu-maghrib-2
Kesimpulan: Layak Tonton, Tapi Tidak untuk Semua
Waktu Maghrib 2 adalah film yang seru secara hiburan, namun tidak lebih kuat dari pendahulunya. Ada peningkatan dari segi teknis, tapi dari sisi cerita dan konsistensi karakter, masih banyak kekurangan yang mengganggu.
Bagi penggemar film horor yang ingin menonton sekadar untuk kesenangan dan ketegangan, film ini bisa jadi pilihan. Tapi jika Anda berharap eksplorasi mitologi dalam dan pembangunan emosi karakter yang matang, film ini akan terasa kurang memuaskan.
Sudah nonton Waktu Maghrib 2? Bagikan pendapatmu di kolom komentar!
Ingin tahu kapan film ini bisa ditonton online? Bookmark halaman JustWatch ini:
👉 Cek Ketersediaan Streaming Waktu Maghrib 2